Sederet Tulisan


“Huh,” Chia mendengus kesal setelah membaca sebuah rangkaian tulisan yang terpampang di papan tulis putih dengan dominasi tinta berwarna-warni.

“Apa-apaan coba?! Kita harus menulis semua catatan yang ada di papan tulis ini?! Ini sangat panjang!” dan dia hanya bisa men-dumel sekaligus menggerutu setelah Bu Srita – Guru Bahasa Asing – pergi meninggalkan sebuah tugas, yaitu menyalin semua catatan yang ada di papan tulis. Bagaimana Chia tidak menggerutu jika papan tulis putih itu sangat penuh dengan tinta hitam yang ditulis tangan Bu Srita.

“Chia,” Nisya – teman dekat Chia – memanggil nama Chia dengan intonasi lemah-lembut, “menulis saja apa yang ada di papan tulis itu, tetapi jangan kamu menulis semuanya. Catat saja apa yang membuatmu penting dari sederet tulisan itu.” Saran Nisya dengan mengembangkan senyumnya. Akan tetapi, Chia mendengus kesal. Ingin sekali rasanya dia melempar pena hitam miliknya.

“Apakah Bu Srita sudah gila,” tiada hentinya Chia menggerutu, mendumel, bahkan hampir memprotes, “sudah tulisannya kecil, tidak terbaca pula. Lagipula, mengapa kita harus disuruh untuk menulis sederetan tulisan yang panjangnya seperti kereta api?! Aku tidak suka menulis tulisan yang panjang seperti itu!” lihatlah dia. Sampai kapankah Chia harus berhenti untuk menggerutu?

“Pernahkah kamu disuruh untuk merangkum dengan sederet tulisan yang panjang seperti di papan tulis ini,” Nisya malah bertanya sembari berhenti menulis sejenak. Sebuah gelengan kepala tergerak dari Chia dengan ekspresi berubah menjadi datar sekaligus bingung.

“Jika seorang guru memerintahkan kepadamu untuk merangkum tulisan, maka merangkum saja dan ambil bagian terpenting. Jika kamu merasa malas untuk merangkum, selamanya kamu akan malas untuk merangkum. Akan tetapi, jika seorang guru tidak memerintakan kepadamu untuk merangkum tulisan, maka kamu tetap merangkum. Jika ada yang kurang jelas dari sederet tulisan di papan tulis ini, tanyakan saja kepada guru. Setelah guru menjelaskan kembali apa yang kamu tanyakan, maka kamu harus mencatat apa yang kamu tangkap hari ini.” Nisya mencerocos dengan lemah-lembut.

Chia terdiam. Karena selama ini, dia selalu mengeluh tentang merangkum dengan adanya sederet tulisan yang begitu panjang. Dia berpikir. Apakah guru benar-benar akan bertanya tentang catatan? Meskipun guru tidak pernah memerintahkan untuk merangkum, sebagai seorang murid SMA tetap harus merangkum untuk bahan ujian nanti.

“Jangan kamu mengeluh, menggerutu, dan mendumel hanya karena sederet tulisan yang panjang ini. Jika kuliah nanti, dosen tidak akan memerintahkan kamu untuk merangkum sederet tulisan yang lebih panjang dari ini. Kamu tetap harus merangkum. Lakukan saja dengan ikhlas.” akhir perkataan dari Nisya dengan senyuman.

“Baiklah, Nisya,” akhirnya Chia sadar bahwa betapa pentingnya menulis dan merangkum. Lain kali, dia harus rajin-rajin merangkum dan mengambil bagian penting saja. Dan untuk hari ini, Chia mulai merangkum dengan ikhlas tanpa mendumel kembali. Jika dia kembali mendumel, tentu Nisya kembali mencerocos.[]
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment

0 comments:

Post a Comment